Di Semarang misalnya. Pada tahun 1930
sudah ada perkumpulan seperti Chinese English School, Tionghwa Hwee, Fe
Leon Ti Yu Hui, dan Pheng Yu Hui (Sahabat). Sahabat adalah klub asal
Sony Hendrawan (Liem Tjien Sion), salah satu legenda basket Indonesia.
Usai Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus
1945, olahraga basket mulai dikenal luas di kota-kota yang menjadi basis
perjuangan seperti Yogyakarta dan Solo. Pada PON (Pekan Olahraga
Nasional) I (1948) di Solo, bola basket dimainkan untuk pertama kali di
level nasional.
Peserta PON I masih terbatas pada putra
terkuat dari masing-masing 'Karesidenan', dan juga
perkumpulan-perkumpulan dengan pemain pribumi seperti PORI Solo, PORI
Yogyakarta, dan Akademi Olahraga Sarangan.
Namun harus diakui bahwa untuk teknik
permainan, kemampuan regu-regu Karesidenan yang terdiri dari para pemain
Tionghoa jauh lebih tinggi daripada pemain pribumi.
Pada tahun 1951 saat pergelaran PON II,
basket sudah dimainkan untuk putra dan putri. Regu yang dikirim tidak
lagi mewakili Karesidenan melainkan sudah mewakili Provinsi. Regu-regu
dari Jatim, DKI Jakarta, Jabar, dan Sumatra Utara adalah
kekuatan-kekuatan terkemuka di pentas PON.
Pada tahun 1951, Maladi -salah satu
tokoh olahraga nasional- meminta Tonny Wen dan Wim Latumeten untuk
membentuk organisasi basket di Indonesia. Jabatan Maladi waktu itu
adalah sekretaris Komite Olimpiade Indonesia (KOI).
Atas prakarsa kedua tokoh itu maka pada
23 Oktober 1951 dibentuklah organisasi dengan nama "Persatuan Basketball
Seluruh Indonesia".
Pada tahun 1955, diadakan penyempurnaan
nama sesuai kaidah Bahasa Indonesia. Nama itu adalah "Persatuan Bola
Basket seluruh Indonesia" disingkat dengan Perbasi. Pengurus Perbasi
yang pertama adalah Tonny Wen sebagai ketua dan Wim Latumeten sebagai
sekretaris.
Tidak Mau Bergabung Dengan terbentuknya
Perbasi, apakah perkembangan basket Indonesia bertambah pesat? Ternyata
tidak. Tantangan pertama datang dari perkumpulan Tionghoa yang tidak
bersedia bergabung karena telah memiliki perkumpulan tersendiri.
Untuk memecahkan masalah tersebut, pada
tahun 1955 Perbasi menyelenggarakan Konferensi Bola Basket di Bandung.
Konferensi ini dihadiri utusan-utusan dari Yogyakarta, Semarang,
Jakarta, dan Bandung.
Keputusan terpenting Konferensi ini
adalah Perbasi merupakan satu- satunya organisasi induk olahraga basket
di Indonesia. Istilah-istilah untuk perkumpulan-perkumpulan basket
Tionghoa tidak diakui lagi. Konferensi ini juga mempersiapkan
penyelenggaraan Kongres I Perbasi.
Perbasi diterima menjadi anggota FIBA
pada tahun 1953. Setahun kemudian, 1954, Indonesia untuk pertama kalinya
mengirimkan regu basket di Asian Games Manila.
No comments:
Post a Comment