Munas PB Perbasi, Momentum Modernisasi Perbasi - Indonesia Basketball

Breaking

LinkWithin

ads header

Friday, September 5, 2014

Munas PB Perbasi, Momentum Modernisasi Perbasi


Pendidikan merupakan usaha yang kompleks untuk menyesuaikan kebudayaan dengan kebutuhan anggotanya, dan, menyesuaikan anggotanya dengan cara mereka mengetahui kebutuhan kebudayaan. Itu petikan kata-kata bernas Jerome Bruner di The Culture of Education.

Jerome Seymour Bruner ahli psikologi kognitif dan pembelajaran kognitif. Landasan berpikirnya kategorisasi, di mana di dalamnya ada persamaan (similarities) dan perbedaan (differences). Ia mendapatkan Ph.D. dari Harvard University pada tahun 1941. Bruner termasuk dalam 50 pemikir paling berpengaruh dalam dunia pendidikan modern.

Pendidikan modern berhubungan erat dengan arus modernisasi yang terjadi di seluruh sendi kehidupan. Tak terkecuali di bola basket. Di level kejuaraan dunia FIBA, Eropa,  maupun NBA, betapa sekat pembatas itu semakin nisbi.

“Permainan cepat memenangi pertandingan,” itu filosofi Mike D’Antoni, pelatih New York Knicks, asisten Coach K di tim nasional AS. D’Antoni semasa masih melatih Suns, timnya sangat atraktif dengan skor tinggi.

Jika di bola basket mengenal aturan 24 detik, bagi D’Antoni hanya 15 detik. “Kami selalu diminta cepat masuk ke pertahanan lawan dan menyerang. Itu filosofi D’Antoni,” ungkap Steve Nash.

Karena modernisasi, bola basket sekarang menjadi sangat menarik sebab berlangsung cepat dan efisien. Permainan di NBL Indonesia termasuk cepat walaupun efisiensinya masih rendah karena rataan persentase field goal kecil.
 
Modernisasi Perbasi
 
Awal tahun ini, telah terjadi suksesi di PB Perbasi. Ketua umum baru sudah dipilih menggantikan Noviantika Nasution. Meski banyak nama beredar, Anggito Abimanyu akhirnya terpilih. Ia mengalahkan pemimpin muda potensial Azrul Ananda.
 
Menjadi pemimpin yang bersih dan berkompeten didengungkan oleh Azrul dan Anggito dalam Munas Perbasi beberapa waktu lalu. Dalam berbagai kesempatan, kedua pemimpin muda berinisial "AA" itu mengaku mengharamkan politik uang dan menolak memberi ‘uang saku’ kepada peserta musyawarah nasional (munas).
 
“Saya ini tak mampu memberi uang saku. Karena itu saya maju dengan kesederhanaan yang saya punya,” kata Anggito.
 
Setali tiga uang dengan Anggito, Azrul pun mengharamkan itu. “Tak ada politik uang. Kita maju apa adanya (meski sebenarnya punya uang),” kata Azrul, yang pernah sekolah SMA di Kansas. Tidak main-main, yang digandeng Azrul adalah dua tokoh muda jebolan sekolah AS yang memiliki kocek tebal, yakni Syailendra Bakrie dan Christopher Tanuwijaya.
 
Anggito sendiri mendapatkan Ph.D. dari kampus top, University of Pennsylvania. Saya bisa membayangkan hebatnya kemampuan intelektual Anggito sebab sangat sulit bisa masuk ke U-Penn dengan acceptance rate di bawah 10%. Saya pernah seharian muter-muter di kampus yang asri itu saat bertugas ke AS dan akhirnya menghabiskan waktu di perpustakaan sembari sedikit melamun dengan topik: U-Penn memang keren!
 
Pendamping Anggito menjadi nakhoda Perbasi adalah Agus A. Mauro, sarjana finance jebolan Oklahoma State University (OSU). Agus adalah aktivis suporter kampus OSU yang gila bola basket dan football. Sampai detik ini, kecintaan Agus pada basket tak pernah luntur meskipun pernah disakiti saat menjadi Direktur IBL.
 
Jadi, siapa pun yang terpilih, saya membayangkan hebatnya modernisasi di perbolabasketan Indonesia. Mereka berempat sudah komit membuang jauh-jauh politisasi yang selama ini lekat dengan perbolabasketan Indonesia.
 
Rasionalitas pendidikan AS mengilhami Anggito maupun Azrul melakukan sesuatu yang berbeda di PB Perbasi. Namun, PB Perbasi adalah sekumpulan orang dari ujung Barat sampai Timur Nusantara yang memiliki budaya dan kultur berbeda lho dengan negeri asal bola basket, AS.
 
Daerah-daerah perlu pendidikan berorganisasi agar memahami kebutuhan masing-masing untuk mandiri dan cepat menyesuaikan dengan laju budaya bola basket modern. Modernisasi yang terjadi tak harus menggilas budaya dan keragaman yang ada. Itulah intisari kata mutiara Bruner.
 
Makanya, saat ini PB Perbasi perlu seorang pemikir modern yang berpikir jauh menembus batas langit, tapi tetap memiliki pijakan kaki kuat di bumi. Jika kakinya tidak berpijak ke bumi, ide-ide si pemikir modern akan terbang ke mana-mana mengikuti mood diri sendiri. Itu yang terjadi selama ini dan jangan sampai terulang lagi.
 
Maju terus PB PB Perbasi.
Eko Widodo
* penulis adalah managing editor Tabloid BOLA

No comments:

Post a Comment